INDUSTRI TAMBANG, PERAN PEMERINTAH DAN PERGURUAN TINGGI?

Editor: renaldo garedja
Oleh : Decky Ice

Akhir-akhir ini wacana dan polemik terkait UU Minerba yang membuka peluang Perguruan Tinggi agar bisa dilibatkan dalam pengelolaan tambang.

Bisakah perguruan tinggi diikutsertakan dalam pengelolaan industri tambang ? Ini pertanyaan yang berkembang di media masa hingga khalayak banyak orang.

Isu tambang menjadi polemik menarik di kalangan akademisi, Aktivist, Politisi, Pebisnis, Pemerintahan dan masyarakat mulai dari rakyat jelata hingga rakyat jelita ikut berargumen dan juga ada yang hanya menyimaknya.

Pemberian hak pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi sedang dibahas hingga pada ambang pintu pengesahan di Rapat Pleno Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat dan akademisi (Kompas, 25/01/2025).

Bayangkan, perguruan tinggi (PT) seperti sebuah mercusuar yang berdiri tegak di tengah lautan kegelapan, memancarkan cahaya untuk menuntun kapal-kapal yang hilang dalam badai ketidaktahuan menuju pengetahuan dan kebenaran.

Badan legislasi (Baleg) DPR RI berencana menambahkan pasal baru dalam revisi UU Minerba, yaitu Pasal 51A. 

Pasal ini mengatur bahwa wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi secara prioritas. Selain itu, terdapat ketentuan tambahan terkait pemberian WIUP:

• Pasal 51A ayat (1): WIUP mineral logam diprioritaskan untuk perguruan tinggi.

• Pasal 51A ayat (2): Pertimbangan pemberian WIUP kepada perguruan tinggi akan diatur lebih rinci.

• Pasal 51A ayat (3): Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP akan diatur melalui peraturan pemerintah (PP).

Salah satu Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Gabriel Lele, mengatakan rencana memberi konsesi lahan tambang untuk perguruan tinggi adalah bentuk korporatisme baru di lingkungan kampus. Oleh karena itu, ia menegaskan sebaiknya kampus tidak membuka ruang untuk mendapat izin usaha pertambangan tersebut.

Korporatisme ini sebagai strategi negara untuk memasukkan kelompok-kelompok di luar pemerintah, termasuk kampus, dengan memberikan keuntungan tertentu. Namun, hal ini datang dengan syarat, yaitu kampus tidak boleh lagi menyampaikan suara-suara kritisnya.

Sejumlah kampus merespons rencana pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi. Rencana itu akan dituangkan dalam perubahan keempat RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

Disisi lain, ada respons datang dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Rektor Unair Prof Mohammad Nasih mengatakan setuju dengan usulan tersebut.

Menurutnya pemberian izin tambang tersebut adalah niat baik dari pemerintah yang harus dimanfaatkan sebagai solusi pembiayaan tinggi setiap kampus.

Terkait dengan isu tambang masuk perguruan tinggi dari perspektif akademik, sebenarnya hal-hal yang berbau isu tambang bukan hal yang baru karena sudah lama masuk di perguruan tinggi.

Terbukti sudah lama tambang masuk perguruan tinggi terutama di Fakultas Teknik, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum. (Belum dalam bentuk bisnis (investasi atau industri).

Terkait isu tambang mungkin bisa dikatakan baru dalam bentuk kajian atau research dan perkuliahan (Matakuliah Terkait). Bahkan juga ada dalam bentuk wacana dan rencana kajian ilmiah.

Perguruan tinggi memiliki sumber daya mumpuni dalam hal kajian industri pertambangan dan dampakanya.

Ada berbagai disiplin ilmu terkait yang bisa mendukung terlibatnya perguruan tinggi dalam pengelolaan industri pertambangan antara lain misalnya di Fakuktas Teknik Prodi Geologi tambang melakukan peneliatian atau kajian. Mereka  mempelajari potensi bumi untuk mendukung kegiatan pertambangan. 

Geologi tambang mencakup ilmu-ilmu kebumian, seperti batuan, mineral, minyak dan gas bumi, dan struktur bumi, Geoteknik  mereka mengkaji tambang termasuk mengkaji proses analisis kondisi tanah dan batuan di area tambang atau meneliti potensi tambang (Mineral Mining), Prodi Teknik Lingkungan mengkaji dampak dari Industri Tambang tehadap lingkungan hidup di sekitarnya. Kajian teknik lingkungan tambang adalah kajian mengenai pengelolaan lingkungan yang dilakukan dalam kegiatan pertambangan. Kajian ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan memastikan bahwa kegiatan pertambangan tidak merusak lingkungan. 

Fakultas MIPA khususnya Prodi Kimia Murni (Pure Science) seperti kajian sifat kimia tanah bekas tambang, kajian air asam tambang, dan penggunaan bahan kimia dalam pertambangan, di Fakuktas Kedokteran dan Fakuktas kesehatan Masyakat mengkaji tentang kesehatan lingkungan masyarakat dan meneliti parasit seperti Cacing Tambang (konotasi tambang yang dipakai tidak ada kaitannya dengan isu pertambangan) namun tentu Fakultas Kesmas dan Kedokteran punya peranan yang sangat penting dalam kajian kesehatan lingkungan dan upaya pencegahan gangguan kesehatan yang mungkin bisa saja ditimbulkan oleh industri pertambangan. 

Fakuktas Hukum ada Kajian UU Minerba (Undang Undang Tambang Mineral dan Batubara) sebagai kajiam legislasi dan menjadi payung hukum dalam pengelolaan industri pertambangan. Fakultas ekonomi terlibat dalam kajian studi kelayakan pembangunana industri pertambangan dan kajian ekonomi dan bisnis mengkaji untung dan rugi serta dampak dari industrinpertambangan khususnya dari perpektif ekonomi dan bisnis. 

Bahkan Fakultas lainnya juga bisa terlibat secara langsung dalam halam hal mendukung konsumsi makanan sehat tenaga ahli dan pekerja tambang dalam hal ini Fakultas Pertanian, peternakan dan perikanan misalnya bersama investor bisa terlibat dalam hal penyediaan stok pangan bergizi dan sehat khususnya suplay untuk di area industri pertambangan.  Jadi kesimpulannya hampir semua fakultas dan kajian di perguruan tinggi sangat berpotensi untuk dilibatkan dalam pengeloaan industri pertambangan.

Terkait Isu tambang mineral sebenarnya sudah tidak asing lagi di Perguruan Tinggi tapi masih dalam bentuk kajian science dan teknologi dalam tataran teori dan praktek laborotorium.

Walaupun perguruan tinggi merupakan pendidikan formal yang berstatus organisasi non-profit. Namun, saat ini pemerintah mendorong perguruan tinggi agar lebih mandiri secara finansial dan lebih otonomi dalam hal pengelolaan perguruan tinggi khususnya pengelolaan keungan.

Adanya kebijakan pemerintah yang mendorong perguruan tinggi agar bisa memiliki profit center dan bisa memperoleh revenue generating dan hal ini telah dijalankan oleh beberapa perguruan tinggi yang telah bersatus Perguruan Tinggi berbadan Hukum yang memiliki unit unit usaha termasuk  seperti memiliki hotel, Swalayan atau Mall, Percetakan, lahan perkebunan dan lain-lain yang semuanya punya orientasi kewirausahawan (enterpreneurship) untuk income generating 

Untuk biaya operasional, investasi dan pembentukan PTNBH dan keberlanjutannya dibutuhkan biaya operasional yang tidak kecil. Oleh sebab itu Perguruan Tinggi ditundut agar bisa punya inisiatif dan mampu merubah paradigma dan mindset kewirausahawan  (enterpreneurship).

Adanya kebijakan pendidikan tinggi yang mendorong perguruan tinggi agar bisa lebih mandiri secara finansial (Self-Funded) dan Otonomi. Melalui kebijakan PTNBH perguruan tinggi negeri didorong untuk memiliki profit centers yang bisa menghasilkan keuntungan finasial (revenue generating atau income generating) agar perguruan tinggi tidak lagi semata hanya bergantung pada sumber dana dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atau APBN tapi bisa terlibat langsung dalam bisnis pengelolaan tambang tapi asal bisa secara finansial menguntungkan perguruan tinggi dan bisa sekaligus ikut mensejahterkan masyarakat. 

Namun, lepas dari pandangan berbagai masyarakat terkait terbuka peluang Perguruan Tinggi ikut dalam pengelolaan tambang, sebaiknya pihak perguruan tinggi harus mengkaji terlebih dahulu serta mempertimbangkan matang matang mamfaat yang diperoleh dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan. 

Sikap husnuzon dan suuzon di kalangan masyarakat itu bisa saja muncul tapi tentu optimisme sebaiknya lebih ditonjolkan walupun juga tentu masih ada perasaan pesimis di antara stakeholder terkait.

Perguruan tinggi harus punya relasi atau hubungan industri agar teori dan prakteknya sains dan teknologi bisa terealisasi dan bisa dimamfaatkan sehingga bisa menguntungkan secara ekonomi dan bisnis. 

Perguruan tinggi tidak boleh lagi hanya menjadi  menara gading tapi perguru tinggi selayaknya harus bisa menjadi mercusuar  dan sekaligus menjadi pelita yang terang dan bisa menerangi kegelapan.

Tidak hanya sampai disitu, kekayaan alam yang dimiliki (emas, batu bara, pasir besi, dan gas bumi) Halmahera dan Maluku Utara memberi tekanan dan keseriusan kehadiran para pengambil kebijakan (Pemda dan DPRD), putra dan putri daerah harus didorong untuk meniti keahlian pada pada beberapa disiplin ilmu (industri pertambangan dan pengelolaan limba) untuk mempersempit persaingan (bebas) dalam lumbung kekayaan sehingga dapat menutup dampak yang tidak diinginkan. (*)
Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Copyright © 2021 KritikPost.id | Powered By PT. CORONGTIMUR MEDIA GRUP - All Right Reserved.